Salam rakyat pekerja,
Teror terhadap pengungkapan kasus korupsi di Indonesia kembali terjadi. Pada tanggal 6 Juli 2010, kantor majalah TEMPO dilempar bom molotov oleh orang tak dikenal. Aksi penyerangan bom molotov ke kantor majalah TEMPO tersebut terjadi pukul 02.40 WIB oleh pengendaran sepeda motor. Tentu saja dapat kita simpulkan bahwa penyerangan dengan bom molotov tersebut terkait dengan berita-berita yang diangkat oleh majalah TEMPO akhir-akhir ini. Kebenaran memang majalah TEMPO memang sedang giat memberitakan indikasi korupsi yang dilakukan oleh para perwira polisi.
Kemudian pada tanggal 8 Juli 2010, peneliti Divisi Investigasi Publik dan Investigator ICW, Tama Satrya Langkun, dibacok oleh oleh orang tak dikenal pada pukul 03.45 WIB. Tama yang sedang membongkar kasus rekening perwira polisi Rp 95 Miliar ini, mendapatkan 29 jahitan di 3 luka terbuka menganga lebar di kepala. Luka di kepala bagian depan dijahit 12 jahitan, sedangkan di kepala bagian belakang terhadap dua sayatan dijahit 11 jahitan dan 7 jahitan. Selain luka itu,Tama juga mengalami luka di bagian leher, tangan kanan dan memar-memar di beberapa bagian tubuh.
Ancaman teror yang dilakukan oleh para koruptor kepada masyarakat yang berniat membongkar kasus-kasusnya tentu bukan kali ini saja terjadi di Indonesia. Teror biasa dilakukan untuk membungkam suara-suara masyarakat yang akan mengusik kenikmatan para koruptor dalam menguras uang negara.
Namun hingga saat ini, ancaman teror seakan-akan dibiarkan oleh rejim Neoliberal. Rejim Neoliberal dengan berbagai dalih mengatakan akan berupaya mengusut ancaman-ancaman teror yang ditebar oleh para koruptor. Tetapi kita tahu, hasil akhir dari upaya pengungkapan yang dilakukan oleh rejim Neoliberal. Nol Besar!
Kasus-kasus korupsi yang terjadi di Indonesia tentunya menunjukkan bagaimana aparat penyelenggara negara dan pemilik modal melakukan penindasan dan pemiskinan terhadap rakyatnya. Koruptor memang telah menggerogoti kehidupan bangsa. Dengan berbagai upaya dan menggunakan berbagai koneksinya, para koruptor sampai saat ini menikmati hasil korupsi dan tidak pernah ditindak oleh rejim Neoliberal. Koruptor yang biasanya terdiri dari para penyelenggara negara dan pemilik modal, memang seakan-akan dilindungi oleh rejim Neoliberal. Karena dengan tindakan-tindakan merekalah, maka agenda-agenda Neoliberalisme dapat berjalan di Indonesia. Hubungan yang harmonis antara para penyelenggara negara yang mendukung Neoliberalisme dan pemilik modal dibutuhkan untuk mengeruk keuntungan sebesar-besarnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar